WahanaNews-Depok | Mendapat predikat sebagai kota paling tidak toleran di Indonesia, Pemerintah Kota (Pemkot) Depok mempertanyakan maksud dan tujuan survey Setara Institute.
Wali Kota Depok, Mohammad Idris, mengatakan, penyebutan Depok sebagai kota intoleran perlu dikaji lagi secara ilmiah. Idris juga menduga tujuan tersebut untuk menjatuhkan pemerintahannya.
Baca Juga:
Modus Pengobatan, Perempuan di Depok Jadi Korban Penipuan Ratusan Juta
“Bersaing secara sehat, jangan berkomentar jahat, kalau tujuannya mau menjatuhkan pemerintah,” ujar Idris, Senin (4/4/2022).
Idris mengungkapkan, belum mengetahui secara pasti motif maupun indikasi tujuan dari riset Setara Institut dan memberikan predikat Kota Depok paling intoleran. Namun, ia menduga tujuan riset itu terkait politik jelang 2024.
“Namanya riset itu tidak sembarangan, ilmiah dan rasional. Silahkan diadu dengan riset lainnya,” ungkap Idris.
Baca Juga:
Penuhi Kebutuhan Listrik saat Natal dan Tahun Baru, PLN Indonesia Power Siapkan 19 GW
Idris menjelaskan, sebelumnya melalui sebuah riset, Kota Depok disebut sebagai kota toleran. Riset tersebut dikeluarkan Universitas Indonesia dan Chusnul Mar'iyah.
Untuk itu, riset yang menyebutkan Kota Depok intoleran dapat didiskusikan dengan riset dari UI dan Chusnul Mar’iyah.
“Itu survei UI loh, ibu Chusnul Mar’iyah dan kawan-kawan,” jelas Idris.
Apabila Kota Depok disebut intoleran berdasarkan permasalahan Ahmadiyah, Idris meminta titik letak intolerannya.
Penyegelan masjid Ahmadiyah dilakukan berdasarkan fatwa MUI dan SKB 3 Menteri terkait larangan ajaran Ahmadiyah.
“Jika MUI berani mencabut Fatwa MUI tentang sesatnya ajaran Ahmadiyah silahkan, yang kami hentikan itu penyebarannya karena dilarang,” tegas Idris.
Idris menuturkan, penyegelan masjid Ahmadiyah untuk menjaga keamanan dan ketentraman masyarakat. Menurutnya, masyarakat sekitar merasa tidak nyaman akan keberadaan ajaran Ahmadiyah.
“Justru kami menjaga Ahmadiyah, kalau mereka di serang kita kena undang-undang HAM,” tutur Idris.
Idris menambahkan, Pemerintah Kota Depok tidak melarang adanya pendirian gereja, selama mendapatkan persetujuan dari FKUB dan akan memberikan surat keputusan. Selain itu di Kota Depok tidak pernah terjadi keributan antar suku.
“Jadi harus dikaji secara ilmiah, jangan asal bunyi,” pungkas Idris.[jef]