Depok.WahanaNews.co | Kabar adanya seorang bocah SD yang menjadi korban bully oleh temannya di Depok, diketahui merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK).
Aksi bullying tersebut pun sempat viral di media sosial dan membuat gempar warga Depok, Jawa Barat.
Baca Juga:
Modus Pengobatan, Perempuan di Depok Jadi Korban Penipuan Ratusan Juta
Diketahui, dalam video yang beredar, tampak seorang anak berseragam batik biru menjadi sasaran bullying teman-temannya. Kepala anak tersebut dijepit selangkangan oleh temannya.
Siswa lainnya tampak memukul bagian punggung anak berbaju batik. Seorang anak laki-laki kemudian menjepit kepala korban itu dengan kedua pahanya kemudian melakukan gerakan seperti sedang naik kuda.
Setelah diusut, rupanya kejadian itu terjadi di SDN 08 Depok Baru. Korban berinisial G (13) dan pelaku bullying adalah J (13). Dua-duanya tergolong anak berkebutuhan khusus.
Baca Juga:
Penuhi Kebutuhan Listrik saat Natal dan Tahun Baru, PLN Indonesia Power Siapkan 19 GW
Menanggapi hal tersebut, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pun angkat bicara terkait aksi bullying ini. KPAI menyayangkan aksi bullying tersebut terjadi di lingkungan sekolah.
"Saya sebagai komisioner KPAI menyayangkan peristiwa bully fisik sejumlah siswa terhadap satu anak yang menjadi korban yang diduga terjadi disalah satu SD Negeri di Kota Depok," ujar Komisioner KPAI, Retno Listyarti beberapa waktu lalu.
Retno mengatakan, aksi bullying kerap terjadi di lingkungan sekolah. Menurut Retno, hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan orang dewasa di sekolah.
"Karena menurut pasal 54 UU no 35/3014 tentang perlindungan anak menyebutkan bahwa anak-anak selama berada di lingkungan satuan pendidikan wajib dilindungi dari berbagai bentuk kekerasan, baik yang dilakukan oleh pengelola pendidikan, pendidik maupun sesama peserta didik," tegas Retno.
Retno menambahkan, Permendikbud nomor 82/2015 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan disatuan pendidikan sangat jelas mengatur ketentuan pencegahan maupun penindakan atas kekerasan yang terjadi di satuan pendidikan.
"Untuk pencegahan misalnya, sekolah wajib membangun sistem pengaduan yang melindungi korban. Juga membentuk satgas pencegahan dan penanganan bahkan penindakan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan. Atas kejadian ini, maka sekolah wajib dievaluasi, apakah sudah menerapkan ketentuan dalam Permendikbud tersebut," pungkasnya.[mga]