DEPOK.WAHANANEWS.CO — Pemerintah Kota (Pemkot) Depok melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) bergerak cepat menyusun langkah optimalisasi pengolahan sampah.
Hal ini untuk merespon kebijakan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Hanif Faisol Nurofiq, yang menyatakan akan menutup 306 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Indonesia yang mengalami kelebihan kapasitas (overload).
Baca Juga:
Pemkot Kendari Siapkan Insentif untuk Petugas Kebersihan yang Kompak dan Sinergis
Kepala DLHK Kota Depok, Abdul Rahman, menjelaskan bahwa kebijakan ini mengharuskan setiap daerah untuk meninggalkan sistem open dumping dan beralih ke metode pengolahan sampah yang lebih ramah lingkungan.
"Surat dari Menteri LHK menegaskan bahwa tidak boleh lagi ada TPA yang beroperasi dengan sistem open dumping. Pemerintah daerah diberi waktu hingga 2029 untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan membangun instalasi pengolahan sampah yang lebih baik," ujarnya, dikutip Selasa (25/2/2025).
Menurut Abdul Rahman, saat ini Depok menghasilkan rata-rata 1.265 ton sampah per hari, di mana 1.000 ton di antaranya masuk ke TPA Cipayung.
Baca Juga:
Warga Tutup Akses TPA Salubue Mamasa, Protes karena Penuh dan Berbahaya
Untuk mengurangi beban TPA, Pemkot Depok telah menyusun peta jalan pengolahan sampah, dengan beberapa langkah strategis.
Antara lain, pembangunan fasilitas pengolahan sampah Refuse Derived Fuel (RDF) di Depok yang akan mampu mengolah 300 ton sampah per hari.
Proyek ini masih dalam tahap pengerjaan dan diharapkan rampung pada akhir tahun ini.
Pemanfaatan fasilitas pengolahan sampah di Nambo, Bogor, yang kapasitasnya dapat ditingkatkan hingga 500 ton per hari.
"Harapannya, fasilitas ini sudah bisa digunakan tahun ini," jelasnya.
Selanjutnya, optimalisasi pengurangan sampah dari sumbernya, dengan mendorong edukasi masyarakat, program bank sampah, serta pengolahan sampah dengan magot dan komposting.
Lalu, revitalisasi Unit Pengolahan Sampah (UPS) untuk meningkatkan kapasitas pengolahan, baik dalam bentuk pupuk kompos maupun bahan bakar alternatif (RDF).
Terakhir, peningkatan sarana dan prasarana pengangkutan sampah, termasuk penyediaan armada baru seperti gerobak motor dan truk sampah.
"Untuk mengurangi 200 ton sampah yang masih tersisa, kami terus mengoptimalkan edukasi pemilahan sampah dan pengolahan sampah organik di tingkat rumah tangga serta kelurahan," jelasnya.
Abdul Rahman mengungkapkan bahwa TPA Cipayung sebenarnya sudah dinyatakan overload sejak 2014 berdasarkan kajian Universitas Indonesia (UI).
Dengan kondisi yang semakin mengkhawatirkan, TPA ini mengalami berbagai dampak lingkungan, termasuk pencemaran air lindi dan gas metana.
"Jika kita lihat langsung, gunungan sampah sudah melebihi kapasitas yang seharusnya. Ini membuktikan bahwa kita harus segera melakukan penataan dan pengelolaan yang lebih baik," katanya.
Ia juga menekankan bahwa sistem sanitary landfill yang pernah diterapkan di TPA ini dulu masih memungkinkan pengelolaan limbah secara lebih terkendali, namun dengan semakin menumpuknya sampah, metode tersebut tidak lagi efektif.
"Dulu masih ada sumur pantau dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), tetapi sekarang semuanya tertutup oleh timbunan sampah yang semakin tinggi," tambahnya.
Meskipun DLHK Depok telah menyusun berbagai strategi, Abdul Rahman mengakui bahwa revitalisasi pengelolaan sampah membutuhkan anggaran yang besar.
Oleh karena itu, pihaknya berharap adanya dukungan dari pemerintah pusat, swasta, serta partisipasi masyarakat untuk mewujudkan sistem pengelolaan sampah yang lebih baik.
"Surat dari Menteri LHK ini menjadi peringatan bagi kita semua. Namun, kami tidak bisa bekerja sendiri. Perlu ada kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat agar kita bisa mengatasi masalah sampah dengan lebih efektif," pungkasnya.
[Redaktur: Mega Puspita]