Awalnya, ia bekerja sebagai pengawas gudang lalu naik jabatan menjadi saudagar utama dan anggota Dewan Kota Batavia.
Selama bekerja, ia mendapat gaji bulanan sekitar 200-350 gulden atau yang pada zaman itu dinilai cukup besar. Meski mendapat gaji besar, Cornelis tidak langsung menghamburkan uangnya. Setelah menabung, Cornelis pun membeli tanah di sekeliling Batavia.
Baca Juga:
JPO Depok Terkesan Jorok dan Dikeluhkan Warga, DLH Depok Gerak Bersih-bersih
Dalam buku Depok Tempo Doeloe, terungkap jika tanah pertama yang dibeli Cornelius berada di kawasan Weltevreden atau yang kini dikenal sebagai Gambir pada 1693. Tanah itu lalu difungsikan untuk menanam tebu.
Dua tahun kemudian, ia memutuskan untuk pensiun dari VOC dan membeli tanah lagi di Serengseng atau yang kini disebut Lenteng Agung. Di lahan ini, ia menjalani kehidupan barunya sebagai tuan tanah dengan membangun rumah besar bersama keluarganya dan sekitar 150 budak.
Para budak itu lalu ditugaskan untuk mengurus perkebunan yang baru saja dibelinya di kawasan Mampang dan Depok. Lahan itu menghasilkan banyak tanaman seperti tebu, lada, kopi dan pala. Gegara hal itu, Cornelius pun menjadi salah satu orang terkaya di Batavia (Jakarta) hingga ia meninggal pada tahun 1714.
Baca Juga:
Gegara Ini, Mesin Insinerator Sampah di Depok Disegel Warga
Usai wafat, Cornelius membagikan seluruh warisannya bukan hanya pada keluarga tapi juga kepada seluruh budaknya. Sebagai seorang Kristen yang taat, Cornelius ingin seluruh budaknya bisa hidup mandiri dan sejahtera setelah kepergiannya.
Cornelius juga ingin para budaknya menjadikan warisan yang diberikan itu sebagai tempat untuk menyebarkan agama Kristen di Batavia. Amanah itu lalu membuat para budak tersebut untuk mendirikan komunitas bernama De Eerste Protestantse Organisatie van Kristenen atau Organisasi Kristen Protestan Pertama.
Seiring berjalannya waktu komunitas itu berubah nama menjadi Depok yang merupakan singkatan dari nama komunitas tersebut. Para anggota komunitas itu lalu mendapat julukan Belanda Depok.